BANYUWANGI, rajawalitujuhnews.com – Miris gelombang penolakan terhadap kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merebak di Banyuwangi. Sejumlah warga masarakat membentuk posko aksi sebagai bentuk protes terhadap kebijakan baru yang di anggap mencekik masyarakat.11/8/25
Hal ini mendapatkan tanggapan dari Kaukus Muda Banyuwangi. Dalam hal ini menyampaikan bahwa pemerintah daerah memberlakukan tarif tunggal (single tarif) PBB Pedesaan dan Perkotaan (P2) sebesar 0,3 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Perubahan ini di nilai membuat beban pajak masyarakat melonjak tajam.
“Tarif 0,3 persen itu sekilas terlihat kecil, tetapi faktanya PBB bisa naik hingga tiga kali lipat di banding sebelumnya. Sebab, sistem tarif progresif yang selama ini berlaku di hapus,” kata Sekretaris KMB Mohamad Yahya, S.H.
Dari Tarif Progresif ke Tarif Flat
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda). Perubahan Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang di sahkan dalam rapat paripurna. DPRD Banyuwangi pada 6 Agustus 2025, Pasal 9 menetapkan penerapan tarif flat 0,3 persen.
Sebelumnya, sistem tarif progresif mengatur beban pajak sesuai kemampuan ekonomi: 0,1 persen untuk masyarakat berpenghasilan rendah, 0,2 persen untuk kelas menengah, dan 0,3 persen untuk kalangan mampu. Kini, semua di kenakan tarif yang sama.
Bagi sebagian warga, perubahan ini dipandang menghilangkan keadilan dalam sistem perpajakan. “Ini seperti menempatkan semua lapisan masyarakat di posisi yang sama. Padahal kemampuan ekonominya berbeda,” ujar Sekretaris Kaukus Muda Banyuwangi Mohamad Yahya, SH.
Sebagai bentuk protes Kaukus Muda Banyuwangi akan menyuarakan dan melakukan protes terdepan. Jika perlu akan melakukan aksi di depan pemkab banyuwangi. Ini bertepatan dengan bulan peringatan Kemerdekaan RI. Yang bagi mereka menjadi simbol perjuangan menolak kebijakan yang di nilai menekan perekonomian rakyat.
“Lebih dari 1,7 juta penduduk Banyuwangi akan terdampak. Kami ingin pemerintah mendengar suara masyarakat,” tambah advokat muda ini.



















