rajawalitujuhnews.com – Jalur lingkar barat yang melintasi Terminal Wiroguno Desa Setail, Kecamatan Genteng yang tembus ke Desa Dasri, Kecamatan Tegalsari sudah selesai dikerjakan. Jalan dengan lebar 12 meter ini, sudah banyak dilalui warga, Kamis (5/12).
Masalahnya, jalanan beton yang pembangunannya menghabiskan anggaran Rp 14,5 miliar ini, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Banyuwangi, sehingga mengundang pedagang kaki lima (PKL) untuk berjualan. “Sudah ada lebih dari lima pedagang di sepanjang jalur. Mulai (Desa) Dasri sampai Desa Setail,” kata Koordinator Satpol PP BKO V Genteng, Masruri.
Masruri mengatakan bahwa para pemilik warung dan pedagang kaki lima (PKL) yang mulai berjualan, kebanyakan bukan berasal dari wilayah dua desa tersebut, dan mereka membangun warung semi permanen sangat mepet dengan badan jalan. “Warung-warung itu posisinya ada di sepadan jalan.
Menanggapi itu, Masruri mengaku sudah menyampaikan pengarahan kepada pemerintah desa (Pemdes) Dasri dan Setail, untuk memberikan surat peringatan kepada pedagang kaki lima (PKL) dan pemilik warung yang ada di sepanjang jalan itu. “Kami sudah cek lokasinya, beberapa PKL sudah kami sosialisasi, ada yang sudah kami minta pindah,” ucapnya.
Saat ini surat yang akan diberikan kepada para pedagang kaki lima (PKL) dan pemilik warung sedang dibuat oleh pemerintah desa. Bila suratnya sudah selesai, akan langsung diberikan kepada para pedagang yang ada di lokasi tersebut. “Nanti biarkan pemerintah desa dahulu yang menyampaikan secara persuasif. Tapi kalau tidak di pindahkan, kami akan melakukan penindakan,” kata mantan anggota Pasukan Berani Mati Pembela Gus Dur tersebut.
Masruri menyebut selain melanggar UU nomor 38 tahun 2004 dan PP No 34 tahun 2006 tentang Jalan, dikhawatirkan munculnya bangunan-bangunan itu semakin lama akan menjadikan lokasi itu tampak kumuh. “Selain itu juga dapat membahayakan, karena lokasi jualan mepet dengan jalan,” tandasnya.
Masruri berharap para pedagang di lokasi tersebut bisa segera mencari lokasi alternatif di tempat lain untuk berjualan. “Kalau tidak mau pindah, kami terpaksa akan menertibkan dengan cara membongkar. Kemungkinan efektifnya setelah masa penetapan dan pelantikan Bupati Banyuwangi,” katanya.
Salah satu pedagang di lokasi tersebut, Sarmiati, umur 50 tahun, mengaku keberatan jika sewaktu-waktu diminta pindah. Pasalnya, pedagang kopi itu merasa lokasi itu nantinya akan jadi lokasi yang strategis. “Tapi kalau sudah aturan dan semua diminta pindah, ya nurut,” katanya.